Rifan Financindo Berjangka – Krisis Energi Bikin Waswas, Investasi Emas atau Bitcoin ya?

RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG – Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) belum selesai, dunia kini dihantui krisis energi. Meski demikian, dampak krisis energi yang melanda beberapa negara belum terlihat berdampak ke pasar finansial global.

Pasar saham dunia justru masih menanjak, begitu juga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah “malu-malu mau” memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa 6.693,466 yang dicapai pada 20 Februari 2018.

Kenaikan IHSG tersebut menjadi indikasi investasi di saham masih menarik.

Namun, ke depannya jika krisis energi meluas tentunya bisa menimbulkan banyak masalah di perekonomian global. Aset-aset berisiko seperti saham tentunya akan mengalami fluktuasi, bahkan bisa saja terkoreksi.

Ancaman paling nyata dari krisis energi adalah inflasi. Saat ini inflasi menjadi masalah di berbagai negara, di Amerika Serikat (AS) inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) berada di level tertinggi dalam 13 tahun terakhir, sebesar 5,4% year-on-year (YoY).

Sementara jika dilihat dari personal consumption expenditure (PCE) berada di level tertinggi dalam 3 dekade terakhir. Di bulan Agustus, inflasi PCE Inti tumbuh 3,6% YoY.
Inflasi PCE merupakan inflasi yang dijadikan acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter.


Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) sudah memperingatkan bank sentral agar bersiap menaikkan suku bunga agar inflasi tidak lepas kendali.

Inflasi yang tinggi juga melanda Eropa, bahkan beberapa negara di Asia. Singapura misalnya, Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore (MAS) pada pekan lalu mengetatkan kebijakan moneter, sebab inflasi diperkirakan akan meningkat.

Yang paling agresif dalam menaikkan suku bunga adalah bank sentral Brasil yang sudah menaikkan suku bunga lima kali berturut-turut. Terbaru, kemarin suku bunga dinaikkan sebesar 100 basis poin menjadi 6,25%. Total kenaikan suku bunga bank sentral Brasil sebesar 325 basis poin, bahkan akan menaikkan lagi di tahun depan.

Analis dari MNC Sekuritas Aqil Triyadi mengatakan ketika inflasi terjadi, maka sektor konsumen yang diuntungkan.

“Ketika terjadi inflasi dimana harga naik luar biasa tinggi, sektor konsumer diunggulkan. Ketika harga bahan baku juga mungkin naik dari operasional, dimana biaya-biaya naik, sehingga perusahaan emiten bisa menaikkan harga jual yang akan diberikan ke konsumer,” kata Aqil dalam Investime CNBC Indonesia, Kamis (14/10).

Ketika harganya bisa dinaikkan, maka selisih dari keuntungan berpotensi lebih besar. Namun, di sisi lain, inflasi bisa jadi membuat sebagian masyarakat tidak bisa menjangkaunya. Apalagi saat ini daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.

“Hal itu akan berdampak pada demand masyarakat, ketika tidak terjangkau di masa pandemi, ini jadi hal yang pro kontra, ketika ada inflasi sehingga konsumer diuntungkan bisa merugikan,” jelas Aqil – RIFAN FINANCINDO BERJANGKA

Sumber : cnbcindonesia.com

Leave a comment